Jumat, 05 Oktober 2012

MENCARI MAKNA HIDUP DALAM SETIAP PROFESI

D
emi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al- Ashr’ [103] : 1-3)
Setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam hidup ini, diberikan Allah bekal kemampuan akal dan fikiran menggunakan potensi yang dibawa semenjak dilahirkan ke dunia ini. Menjalani aktifitas duniawi namun tak melupakan sisi rohani dan spiritual.
            Setiap orang menjalani rutinitas masing-masing dengan profesi masing-masing pula, yang pejabat dengan wewenang jabatannya menentukan keputusan hal-hal yang besar, yang petani semangat dengan pekerjaannya mengisi lumbung-lumbung kehidupan agar bangsa ini tidak kelaparan, yang jadi guru dengan komitemen kode-etiknya  dan lain-lain.
            Bagi umat beragama kita terikat suatu aturan. Sebagai umat Muslim nilai keimanan dan akidah yang menjadi lem perekat antara satu dan yang lain. Semua profesi itu tadi kembali kepada nilai keimanannya agar menjadi benteng pertahanan yang utama dari dalam diri. Tanpa nilai keimanan yang menancap dalam hati sanubari setiap Muslim. Betapa hampanya hidup tanpa jika kita hanya terlena dengan duniawi ini, padahal kita hidup tidak sendiri. Ada orang lain baik itu keluarga, orang-orang di sekeliling kita maupun teman kerja namun kadang kita lupa bahwa mereka itu bisa menjadi cermin bagi kita Sebagai ”…watawa sahubil haqqi watawaa sahubil sabri”.
            Pertama, orang yang memiliki makna hidup adalah orang yang pandai bermuhasabah (mawas diri). Bahwa sesudah hidup ini ada mati dan semua amal baik dan buruk yang telah dilakukan di dunia ini akan kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Tinggal kita berbenah menyiapkan diri dari hidup untuk yang maha hidup. Kedua, bekerja dengan ikhlas, mengembalikan hasil yang telah diusahakan berupa ketentuan Allah semata. Memiliki indikasi mampu menyeimbangkan hak dan kewajibannya.  Ketiga, memanfaatkan hubungan Muammalah sebagai media belajar (pandai mengambil hikmah setiap peristiwa).
Wallahu `alamu bisshawab.
           
           
             





Tidak ada komentar:

Posting Komentar