Senin, 18 Oktober 2010

Makalah Metodologi Studi Islam (Islamisasi Ilmu Pengetahuan)



Bab I
PENDAHULUAN

A.                Kata Pengantar

Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dinia modern yang telah maju ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu belum dikenal manusia, kini sudah tidak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan penyakit menular yang dahulu sangat ditakuti, sekarang telah dapat dihindari. Kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan dan mengahambat perhubungan, sekarang tidak menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kabutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk dipenuhi.
Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi, suatu kenyataan yang menyedihkan  adalah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sulit dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. Beban jiwa semakin berat , kegelisahan dan ketegangan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupanya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan tekhnologi canggih tersebut tidak mampu menumbukan moralitas (akhlak) yang mulia. Dunia modern saat ini , termasuk di Indonesia ditandai dengan dengan gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling meruugikan. Di sana sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan biadab lainya.
Gejala kemerosotan akhlak tersebut dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, malinkan juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas muda. Orang tua, ahli didik, dan mereka yang berkecimpung dalam bidang agama dan sosial banyak mengeluhkan perilaku sebagian pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, bergaya hidup seperti hippies di Eropa, Amerika, dan sebagainya.
Tragedi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang kini mempengaruhi cara berfikir manusia modern. Faktor-faktor tersebut menurut Zakiah Daradjat antara lain: kebutuhan hidup yang semakin meningkat, rasa individualitas dan egoistis, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan terlepasnya pengetahuan dari agama.
Sejalan dengan permasalahan di atas, tuliasan ini akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi masyarakat modern yang dimaksud dengan memfokoskan kajian pada upaya mengitegrasikan ilmu mengetahuan dengan agama, melalui konsep yang dikenal dengan istilah Islamisasi ilmu pengetahuan[1].

B.                  Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Islamisasi ilmu pengetahuan?
2.      Apa yang melatar belakangi munculnya Islamisasi ilmu pengetahuan?
3.      Bagaimana perkembangan Islamisasi ilmu pengetahuan?
4.      Apa saja strategi yang dapat dilakukan dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan?
C.        Tujuan penulisan
            1.   Untuk mengetahui pengertian dan maksud Islamisasi ilmu pengetahuan.
2.    Untuk mngetahui apa saja yang melatar belakangi Islamisasi ilmu pengetahuan.
3.    Untuk mengetahui geliat perkembangan Islamisasi ilmu pengetahuan.
4.    Untuk mengetahui strategi apa saja yang digunakan dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan.





Bab II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya, adalah suatu respons terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang bersifat materialistis dan relavistis; manganggap bahwa pendidikan bukan untuk mambiat manusia bijak, yakni mengenali dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas, tapi mamandang realitas sebagai sesuatu yang bermakna secara material bagi manusia. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif bukan harmonis. Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya krisis masyarakat modern[2].
Versi pertama beranggapan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan sekedar memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan ilmu pengetahuan umum yang ada (ayatisasi). Kedua, mengatakan bahwa Islamisasi dilakukan dengan cara mengislamkan orangnya. Ketiga, Islamisasi yang berdasarkan filsafat Islam yang juga diterapkan di UIN Malang dengan mempelajari dasar metodologinya. Dan keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang beretika atau beradab[3].
Tokoh-tokoh Islamisasi ilmu memberikan pengertian sendiri tentang istilah ini, sesuai latar belakang keahlian masing-masing. Menurut Sayed Husein Nasr dalam M. Amin Abdullah (2004:239) Islamisasi ilmu-- termasuk juga Islamisasi budaya—adalah upaya menterjemahkan pengetahuan modern kedalam bahasa yang biasa dipahami masyarakat muslim dimana mereka tinggal. Artinya , Islamisasi ilmu lebih merupakan usaha untuk memepertemukan cara pikir dan bertindak (epistemologis dan aksiologis) masyarakat Barat dengan muslim.
Sejalan dengan itu, Hanna Djumhana Bastaman, seorang pakar psikologi dari Universitas Indonesia, Jakarta, menyatakan bahwa Islamisasi ilmu adalah upaya menghubungkan kembali ilmu pengetahuan dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan al-Qur`an, yang keduanya sama-sama ayat Tuhan. Pengertian ini didasarkan atas pernyataan bahwa ayat-ayat (sign) Tuhan terdiri atas ada dua hal; (1) ayat-ayat yang bersifat lingustik, verbal dan menggunakan bahasa insani, yakni ayat al-Qur`an, (2) ayat-ayat yang bersifat non-verbal berupa gejala alam.
Sementara itu, menurut Naquib al-Attas, Islamisasi ilmu adalah upaya membebaskan ilmu pengetahuan dari makna, ideologi dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga terbentuk ilmu pengetahuan yang sesuai fitrah Islam. Dalam pandangan Naquib, berbeda dengan  Nasr, Islamisasi ilmu berkenaan dengan perubahan ontologis dan epistemologis, terkait dengan perubahan cara pendang-dunia yang marupakan dasar lahirnya ilmu dan metodologi yang digunakan, agar sesuai dengan konsep Islam. Sedang menurut al-Faruqi, Islamisasi ilmu adalah mengislamkan buku-buku pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan kembali disiplin-displin ilmu modern dalam wawasan Islam, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, Islam dan Barat. Pengertian ini lebih jelas dan `operasional` dibanding pengertian sebelumnya, disamping Faruqi memang memberikan langkah-langkah operasional bagi terlaksananya program Islamisasi ilmu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas. Islamisasi ilmu berarti upaya membangun paradigma keilmuan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, baik pada aspek ontologis, epistemologis atau aksiologisnya[4].
B.        Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan
                        Upaya untuk melakukan Islamisasi ilmu, menurut beberapa sumber, pertama kali diangkat Sayid Husein Nasr dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu, Nasr berbicara membandingkan antara metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum, terutama ilmu alam, matematika dan metefisika. Menurutnya, apa yang dimaksud `ilmu`dalam Islam tidak berbeda dengan `scientia` dalam istilah Latin. Yang membedakan antara keduanya adalah metodologi yang dipakai. Ilmu-ilmu keislaman tidak hanya memakai metodologi rasional dan cenderung positivistik, melainkan menerapkan berbagai metodologi, rasional, tekstual dan bahkan intuiti, sesuai dengan objek yang dikaji[5].
            Menurut Wan Mohd Nor Wan Daud, proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat terawal yang diwahyukan kepada nabi secara jelas menegaskan semangat Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia. Ide yang disampaikan al-Qur'an tersebut membawa suatu perubahan radikal dari pemahaman umum bangsa Arab pra-Islam, yang menganggap suku dan tradisi kesukuan serta pengalaman empiris, sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran, yaitu dengan dilakukannya penterjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani yang kemudian diberikan pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep Agama Islam. Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, yang menonjolkan 20 ide yang asing dalam pandangan Islam yang diambil oleh pemikir Islam dari falsafah Yunani, beberapa di antara ide tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang kemudian dibahas oleh al-Ghazali disesuaikan dengan konsep aqidah Islam. Hal yang sedemikian tersebut, walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang sudah mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi.
Selain itu, pada tahun 30-an, Muhammad Iqbal menegaskan akan perlunya melakukan proses Islamisasi terhadap ilmu pengetahuan. Beliau menyadari bahwa ilmu yang dikembangkankan oleh Barat telah bersifat ateistik, sehingga bisa menggoyahkan aqidah umat, sehingga beliau menyarankan umat Islam agar "mengonversikan ilmu pengetahuan modern". Akan tetapi, Iqbal tidak melakukan tindak lanjut atas ide yang dilontarkannya tersebut. Tidak ada identifikasi secara jelas problem epistimologis mendasar dari ilmu pengetahuan modern Barat yang sekuler itu, dan juga tidak mengemukakan saran-saran atau program konseptual atau metodologis untuk megonversikan ilmu pengetahuan tersebut menjadi ilmu pengetahuan yang sejalan dengan Islam. Sehingga, sampai saat itu, belum ada penjelasan yang sistematik secara konseptual mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan.
Ide Islamisasi ilmu pengetahuan ini dimunculkan kembali oleh Syed Hossein Nasr, pemikir muslim Amerika kelahiran Iran, tahun 60-an. Beliau menyadari akan adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang mengancam dunia Islam, karena itulah beliau meletakkan asas untuk konsep sains Islam dalam aspek teori dan praktikal melalui karyanya Science and Civilization in Islam (1968) dan Islamic Science (1976). Nasr bahkan mengklaim bahwa ide-ide Islamisasi yang muncul kemudian merupakan kelanjutan dari ide yang pernah dilontarkannya.
Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Syed M. Naquib al-Attas sebagai proyek "Islamisasi" yang mulai diperkenalkannya pada Konferensi dunia men
genai Pendidikan Islam yang Pertama di Makkah pada tahun 1977. Al-Attas dianggap sebagai orang yang pertama kali mengupas dan menegaskan tentang perlunya Islamisasi pendidikan, Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu. Dalam pertemuan itu beliau menyampaikan makalah yang berjudul "Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education". Ide ini kemudian disempurnakan dalam bukunya, Islam and Secularism (1978) dan The concepts of Education in Islam A Framework for an Islamic Philosophy of Education (1980). Persidangan inilah yang kemudian dianggap sebagai pembangkit proses Islamisasi selanjutnya.
Selain itu, secara konsisten dari setiap yang dibicarakannya, al-Attas menekankan akan tantangan besar yang dihadapi zaman pada saat ini, yaitu ilmu pengetahuan yang telah kehilangan tujuannya. Menurut al-Attas, "Ilmu Pengetahuan" yang ada saat ini adalah produk dari kebingungan skeptisme yang meletakkan keraguan dan spekulasi sederajat dengan metodologi "ilmiah" dan menjadikannya sebagai alat epistemologi yang valid dalam mencari kebenaran. Selain itu, ilmu pengetahuan masa kini dan modern, secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan, dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi intelektual, dan persepsi psikologis dari kebudayaan dan peradaban Barat. Jika pemahaman ini merasuk ke dalam pikiran elite terdidik umat Islam, maka akan sangat berperan timbulnya sebuah fenomena berbahaya yang diidentifikasikan oleh al-Attas sebagai "deislamisasi pikiran pikiran umat Islam". Oleh karena itulah, sebagai bentuk keprihatinannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ia mengajukan gagasan tentang “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini” serta memberikan formulasi awal yang sistematis yang merupakan prestasi inovatif dalam pemikiran Islam modern.
Gagasan awal dan saran-saran konkrit yang diajukan al-Attas ini, tak pelak lagi, mengundang pelbagai reaksi dan salah satunya adalah Ismail Raji al-Faruqi dengan agenda Islamisasi Ilmu Pengetahuannya. Dan hingga saat ini gagasan Islamisasi ilmu menjadi misi dan tujuan terpenting (raison d’etre) bagi beberapa institusi Islam seperti International Institute of Islamic Thought (IIIT), Washington DC., International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur, Akademi Islam di Cambridge dan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur[6].
C.        Perkembangan Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sejak digagasnya ide Islamisasi ilmu pengetahuan oleh para cendikiawan muslim dan telah berjalan lebih dari 30 tahun, jika dihitung dari Seminar Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, berbagai respon terhadapnya pun mulai bermunculan, baik yang mendukung ataupun menolak, usaha untuk merealisasikan pun secara perlahan semakin marak dan beberapa karya yang berkaitan dengan ide Islamisasi mulai bermunculan di dunia Islam. Al-Attas sendiri sebagai penggagas ide ini telah menunjukkan suatu model usaha Islamisasi ilmu melalui karyanya, The Concept of Education in Islam. Dalam teks ini beliau berusaha menunjukkan hubungan antara bahasa dan pemikiran. Beliau menganalisis istilah-istilah yang sering dimaksudkan untuk mendidik  seperti ta'lim, tarbiyah dan ta'dib. Dan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa istilah ta'dib merupakan konsep yang paling sesuai dan komprehensif untuk pendidikan. Usaha beliau ini pun kemudian dilanjutkan oleh cendikiawan muslim lainnya, sebut saja seperti Malik Badri (Dilema of a Muslim Psychologist, 1990); Wan Mohd Nor Wan Daud (The Concept of Knowledge in Islam,1989); dan Rosnani Hashim (Educational Dualism in Malaysia: Implications for Theory and Practice, 1996). Usaha dalam bidang psikologi seperti yang dilakukan Hanna Djumhana B. dan Hasan Langgulung, di bidang ekonomi Islam seperti Syafi'i Antonio, Adiwarman, Mohammad Anwar dan lain-lain. Bahkan hingga sekarang tercatat sudah lebih ratusan karya yang dihasilkan yang berbicara tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, baik dalam bentuk buku, jurnal, majalah, artikel dan sebagainya.[7]
Mulyanto dalam Abuddin (1998:419) Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menggambarkan praktik Islamisasi ilmu pengetahuan;
Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan (aksiolaogi), tanpa mempersilahkan aspek ontologi dan epistemologi ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu pengetahuan den teknologinya tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan adalah orang yang mempergunakannya. Cara ini melihat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan hanya sebagai penerapan etika Islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan kreteria pemilihan suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain Islam hanya berlaku sebagai kreteria etis diluar struktur ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya mereka manganggap mustahil munculnya ilmu pengetahuan Islami, sebagaimana mustahilnya pemuculan ilmu pengetahuan Marxistis.[8]
Kedua, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islami ke dalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancanganya. Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan yang demikian itu antara lain dianut oleh Naquib Al-Attas, Zainuddin Sardar, Deliar Noer, A.M Saefuddin, Dawam Rahardjo, Haidar Bagir dan Mulyanto.[9]
Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-luas. Tauhid bukan dipahami secara teo-centris, yaitu mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya serta jauh dari sifat yang tida sempurna, meliankan tauhid yang melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan Tuhan lainya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.[10]
Keempat,Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan dengan melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinamnungan,dan Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperhatikan perbedaan. Pandangan ini antara lain terlihat pada pemikiran Usep Fathuddin, Ia misalnya mengatakan bahwa sejauh yang saya baca bahwa semangat Islamisasi itu didasari anggapan tentang keilmuan dan Islam. Stereotip yang paling sering kita dengar adalah adanya dua kebenaran di dunia ini. Kebenaran ilmu dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan sebagai relatif, sekulatif, dan tak pasti. Sementara agama dianggap absolut, transidental dan pasti.[11]
D.        Strategi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
                                    Sebagaimana diketahui bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, amat komprehensif dan mendalam yang ditentukan dalam al-Qur`an ialah konsep ilm. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa al-Qur`an menyebut-nyebut kata akat dan kata turunannya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilm secara mendalam meresap kedalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak hanya ada peradaban lain dalam sejarah yang mamiliki konsep ilmu penngetahuan, dengan semangat nyang demikian tinggi dan mengejarnya dengan amat tekun seperti itu[12]. Pertama,ilmu pengetahuan tersebut akan terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran Islamlah yang paling mementingkan ajaran ilmu pengetahuan. Kedua,masyarakat modern akan mendapatkan momentum kejayaan dan kesejahteraan yang seimbang, antara kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual, sebagaimana hal ini pernah dialami umat Islam di zaman klasik. Ketiga,masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yang lainya saling membantu melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena ilmu yang dimilikinya diarahkan untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang ingrated antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan cara demikian dikhotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya[13].
E.        Islamisasi Ilmu Pengetahuan Melalui Pendidikan Islam
                                    Dewasa ini, dunia Islam dihadapkan  kepada suatu tantangan yang belum pernah dialami generasi terdahulu,yaitu pengaruh kebudayaan Barat yang hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu, wujudnya bukan sekadar produk tekhnologi, yang dalam batas tertentu memang bermanfaat; tetapi juga dibidang tata fikir yang sesungguhnya amat berbahaya. Terutama, pengeruh fikiran Barat ini merembes kedunia Islam melalui transformasi ilmu. Melalui “pasar ilmu”, maka terjadilah pencampur adukan konsep, bahkan juga cara berfikir dikalangan ilmuan.
                                    Karena kedudukan kaum musilimin berada difihak yang lamah, maka transformasi pengaruh tersebut menjadi berat sebelah. Intinya, segala sesuatu yang datang dari Barat dianggaplah lebih baik, sehingga berbondong-bondong orang memakai dan menirunya. Sedemikian takut dan kagumnya bangsa Timur (temasuk kaum muslimin) terhadap apa saja yang memakai merk Barat, mereka campakkan milik sendiri karena dianggap jelek, walaupun terkadang tanpa pertimbangan yang matang. Peniruan secara besar-besaran semacam ini, juga berlaku dalam dunia ilmu pengetahuan.
                                    Sering ditemui, ilmuan kita sekarang luar biasa perannya dalam “membaratkan” masyarakat dan bangsanya sendiri, Bahkan, ilmuan yang berpredikat muslimpun tidak ketinggalan mengikuti jejaknya. Terbukti , misalnya dalam pemakaian konsep-konsep ilmiah. Peristilahan dari Barat dicocok-cocokkan untuk melambangkan ajaran Islam, sebaliknya istilah  yang sebenarnya khas Islam dipaksakan untuk menyesuaikan diri dengan apa yang difahami orang Barat. Akibatnya , tentu saja umat Islam sendiri secara keseluruhan semakin jauh dari “bahasa’ agamanya.
                                    Manyadari keadaan tersebut, bangkitlah sekelompok intelektual muslim untuk mencari jalan keluarnya. Khusus dalam segi ilmu, upaya itu diawali dari dalam, yaitu dengan manyusun klasifikasi ilmu Islam seperti yang juga telah dilakukan ulama terdahulu. Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, ilmu sebagai dimaksud terbagi menjadi dua : berian Allah dan capaian manusia. Yang telah diberikan oleh Allah adalah ilmu-ilmu agama, dan ini harus dipelajari setiap muslim, mengingat mutlak pentinganya untuk bimbingan hidup. Sedangkan ilmu-ilmu alam dan teknik, wajib dikuasai oleh sebagian umat Islam saja, jadi hukumnya fardhu kifayah.
                                    Untuk ilmu agama Islam, perinciannya adalah sebagai berikut : al-Qur`an, al-Sunnah, al-Syari`ah, al-Tauhid, al- Tashawuf, dan ilmu-ilmu linguistik Islam. Sedangkan kelompok kedua, meliputi ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis, yang tercakup didalamnya : ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu tekhnologi, dengan adanya pembagian seperti ini, akan mempermudah upaya untuk mengkontrol ilmu-ilmu tersebut supaya jangan sampai terjadi proses deislamisasi oleh akibat pengaruh Barat sebagaimana terlihat diatas.
                                    Langkah itupun belum cukup. Masih diusahakan, agar ilmu-ilmu yang telah diklasifikasikan secara jelas tersebut, dalam praktiknya dapat berkembang dipangkuan Islam sendiri. Karena walaupun sudah diadakan klasifikasi, jika dibiarkan mandeg tak berkembang, jadinya sama saja seperti tidak ada usaha. Sebaliknya, dengan upaya pengembangan lebih lanjut, sekaligus akan berfungsi sebagai daya tangkal yang aktif untuk menolak satiap tantangan yang bisa mengakibatkan kerusakan. Cara pemeliharaan dan pengambangan ilmu-ilmu Islam di pangkuan kaum muslimin sendiri inilah, yang dimaksud dengan” Islamisasi ilmu”.
                                    Sebagai usaha berencana, gagasan Islamiasasi ilmu hanya mungkin terlaksan dengan baik, apabila tesadia suatu sarana atau wadah yang bersifat permanen. Sarana atau wadah itu, tidak lain adalah lembaga pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi, baik dengan istilah institut maupun Universitas. Ini bisa difahami, karena lambaga pendidikan tinggi memiliki semboyan kerja “pendidikan”, penelitian dan pengabdian.” Di sana terdapat potensi manusiawi (dosen, karyawan dan mahasiswa) yang pada umumnya memiliki idealisme dalam bidang keilmuan. Disamping itu, sifat universitas perguruan tinggi, memungkinkan diselenggarakannya pengembangan ilmu-ilmu Islam yang beraneka macam wujud kesatuan[14].



*******







Bab III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
                                    Berawal dari sebuah pandangan bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat sekuler dan cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai religiusitas dan aspek kesakralannya. Di sisi lain, keilmuan Islam yang dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan betapa pentingnya ilmu-ilmu umum yang dianggap sekuler. Menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan bersifat religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah "Islamisasi Ilmu Pengetahuan".
                                    Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:
1.      Setidaknya kita selaku Umat Islam tidak menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat berbagai fenomena ilmu pengetahuan.
2.      Kita sebagai umat yang percaya kepada Wahyu Allah yang memberikan landasan berbagai ilmu sehingga tidak terjadi dikotomi dalam ilmu pengetahuan.
3.      Kita sebagai hamba Allah akan semakin dekat kepada-Nya.
B.        Saran-saran
                                    Dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah bagaimana makalah ini dapat disusun setidaknya mendekati kata sempurna dan dapat mencakup substansi materi yang ingin disampaikan sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terpenuhi.Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun tentunya sangat mengharapkan segala saran,kritik dan pengayaan yang bersifat membangun dan dapat diberikan landasan pijakan dari teori yang akan kami tambahkan demi kesempurnaan penyusunan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Bawani,M.Imam, Segi-segi Pendidikan Islam, 1987, Al-Ikhlas : Surabaya
Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)
Jam 10.15)
Khudori Soleh,A, Wacana Baru Filsafat Islam,2004, Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Nata, Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, 2003, Angkasa : Bandung
                       ,Metodologi Studi Islam,1998, Rajawali Pers : Jakarta
Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang









DAFTAR ISI

Bab .I. Pendahuluan......................................................................................................................1
A.    Kata Pengantar...............................................................................................................1
B.     Rumusan masalah..........................................................................................................2
C.     Tujuan penulisan............................................................................................................2
Bab. II. Pembahasan......................................................................................................................3
A.    Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan........................................................................3
B.     Sejarah Islamisasi ilmu pengetahuan.............................................................................4
C.       Perkembangan ide Islamisasi ilmu pengetahuan...........................................................7
D.      Strategi Islamisasi ilmu pengetahuan...........................................................................8
E.     Islamisasi ilmu pengetahuan melalui pendidikan Islam................................................9
Bab. III. Penutup.........................................................................................................................10
A.    Kesimpulan..................................................................................................................10
B.     Saran...........................................................................................................................10
Daftar Pustaka...............................................................................................................................









Tugas Kelompok:

“ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN”
Disusun berdasarkan salah satu dari tugas
Mata Kuliah   : Metodologi Studi Islam
Dosen pembimbing   : Ajahari, M.Ag

Oleh:
Ahmad Syarif
Eki Kusnandi
Jainudin
Jamratul Syahrin
Taufiq Hidayat

KEMENTRIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) PALANGKA RAYA
TARBIYAH/PAI 2010/1431 H




[1] Abuddin Nata,Kapita Selekta Pendidikan Islam,Bandung,Angkasa,2003,hal.125-126
[2] Ibid,hal.126-127
[3] Lihat Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005,hal.25
[4]M.Amin Abdullah,Wacana Baru Filsafat Islam,Yogyakarta,Pustaka Pelajar,hal.239-240
[5] Ibid,hal.241
[6] http://drmiftahulhudauin.multiply.com/journal/item/13
[7]Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005),hal.43-44
[8] Abuddin Nata,Metodologi Studi Islam,Rajawali Pers: Jakarta,hal. 419
[9] Ibid,hal.421
[10] Op chit,hal.422
[11] Abuddin Nata,Metodologo Studi Islam,hal. 428
[12] M.Amin Abdullah,Wacana Baru Filsafat Islam,Yogyakarta,Pustaka Pelajar,hal.129-130
[13] Ibid,hal.134-135
[14] Imam Bawani,Segi-segi Pendidikan Islam,Al-Ikhlas,Surabaya,hal.218-219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar