Kamis, 17 Juni 2010


BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan (pre-service education) maupun program dalam jabatan (incervice education). Tidak semua guru yang dididik  di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified (well training dan well qualified). Potensi sumber daya guru itu perlu terus-menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya ulasan mengenai pelunya supervisi pendidikan itu betolak dari keyakinan dasar bahwa guru adalah suatu profesi. Suatu profesi selalu bertumbuh dan berkembang. Perkembangan profesi itu ditentukan oleh faktor internal maupun faktor eksternal.
Guru yang profesional sekurang-kurangnya memiliki ciri-ciri antara lain:
1)      Memiliki kemampuan sebagai ahli dalam bidang mendidik dan mengajar
2)      Memiliki rasa tanggung jawab, yaitu mempunyai komitmen dan kepedulian terhadap tugasnya.
3)      Memiliki rasa kesejawatan dan menghayati tugasnya sebagai suatu karier hidup serta menjunjung tinggi kode etik jabatan guru[1].
 Sejarah supervisi di negara maju seperti Amerika mula-mula supervisi diarahkan untuk memperbaiki pengajaran. Perbaikan pengajaran harus dimulai dengan pembinaan dan pengembangan kurikulum yang menjadi sumber materi sajian pelajaran. Kemudian supervisi diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, dalam hal ini potensi manusia, yaitu guru-guru. Jadi yang perlu ditingkatkan ialah potensi sumber daya guru, baik yang bersifat personal maupun yang bersifat profesional.
 Salah satu tugas Kepala Sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang yang dilakukan oleh staf. Salah satu bagian pokok dalam supervisi tersebut adalah mensupervisi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dan memang kegiatan utama sekolah adalah menyelenggarakan pembelajaran. Jadi wajar jika tugas Kepala Sekolah dalam mensupervisi guru mengajar sangat penting. Supervisi semacam itu biasanya disebut supervisi akademik.
 Pentingnya pelaksanaan supervisi akademik untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui proses pembelajaran yang baik. Oleh karena itu, kegiatan supervisi ini hendaknya rutin dilaksanakan di sekolah sebagai salah satu kegiatan yang dipandang positif dalam meningkatkan proses pembelajaran.
Interaksi pembelajaran antara guru dan siswa tidak terlihat dengan jelas. Kegiatan mencatat bahan pelajaran sampai habis masih saja terjadi. Kemudian, terlihat pula ada beberapa guru kelas yang meninggalkan ruangan dalam  waktu yang cukup lama, sedangkan siswa di dalam kelas disuruh mencatat bahan pelajaran.
 Menurut pengamatan penulis, guru-guru yang mengajar hanya menunaikan tugasnya dan kurang memperhatikan akan pentingnya proses pembelajaran di dalam kelas. Kegiatan ini berlangsung ada kaitannya dengan jarangnya kepala sekolah melaksanakan supervisi di dalam kelas. Pelaksanaan supervisi di sekolah tidak terjadwal dengan jelas. Kemudian, guru-guru yang dikenai supervisi pun tidak seluruhnya dilakukan. Akibatnya, proses pembelajaran yang berlangsung selama ini belum menampakkan adanya kemajuan yang cukup berarti
 Pelaksanaan supervisi kepada guru-guru sangat penting dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan proses pembelajaran. Hasil supervisi sepatutnya pula dievaluasi. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Beberapa orang guru yang sudah disupervisi tidak dilakukan pembinaan lebih lanjut oleh Kepala Sekolah, padahal hal itu sangat berguna bagi guru-guru sebagai umpan balik untuk memperbaiki kinerja guru di masa yang akan datang.
  Makalah ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi pustaka. Pembahasan masalah dimulai dari pemaparan masalah, dijelaskan, kemudian dikelompokkan dan dianalisis, dan menympulkan. 



















BAB II
PEMBAHASAN

     A. Memahami Prinsip Supervisi Pendidikan

Pada masa yang lalu kegiatan supervisi berlangsung secara otoriter dan lebih bersifat inspeksi yaitu lebih menekankah pada pengawasan, penilaian dan mencari-cari kelemahan, tetapi sebenarnya supervisi haruslah merupakan kegiatan pertolongan yang berlangsung terus-menerus dan sistematis yang diberikan kepada guru-guru agar mereka semakin bertumbuh dan berkembang dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah. Untuk itu, dalam kegiatan supervisi seorang supervisor haruslah mengikuti prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam tugasnya. Ada dalam empat prinsip, yaitu: (1) Prinsip ilmiah (scientific); (2) Prinsip demokratis; (3) Prinsip kerja sama; (4) Prinsip konstruktif dan kreatif[2].
Di sisi lain ada enam prinsip dalam supervisi yaitu:
1)      Hubungan konsultatif, kolegial
2)      Demokratis
3)      Terpusat pada guru
4)      Didasarkan pada kebutuhan guru
5)      Umpan balik 
6)      Bersifat bantuan profesional[3]
Secara efektif dan efisien,perlu menambahkan prinsip-prinsip berikut ini:
1)   Praktis
2)   Fungsional
3)   Relevan
4)   Kooperatif
5)   Konstruktif dan Kreatif[4]

 Dari kedua pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan supervisi harus memegang prinsip yaitu: (1) demokratis; (2) ilmiah; (3) kerja sama; (4) konstruktif; (5) terpusat pada guru; (6) didasarkan atas kebutuhan guru; (7) sebagai umpan balik; (8) profesional. Berikut ini penulis uraikan satu persatu mengenai prinsip-prinsip supervisi tersebut.
Dilain hal ada ahli yang hanya mengkategorikan 2 prinsip secara umum yaitu:
1). Prinsip positif,merupakan pedoman yang harus dilakukan seorang     supervisor agar berhasil dalam pembinaannya.
2).  Prinsip negative merupakan pedoman yang tidak boleh dilakukan oleh seorang supervisor dalam pelaksanaan supervise[5].

1.  Demokratis
“Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atasan dan bawahan, tapi berdasarkan rasa kesejawatan.” Dengan kata lain bahwa servis dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya[6].
 Dalam mengembangkan suasana demokratis hendaknya supervisi yang dijalankan berlangsung dengan adanya hubungan yang baik antara supervisor dengan yang disupervisi. Dengan sebutan lain bahwa dalam pelaksanaannya supervisi dapat tercipta suasana kemitraan yang akrab. Dengan terciptanya suasana akrab tersebut pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki. Sebagai kelanjutan dari suasana akrab ini adalah hubungan kerja sama yang baik dan berlanjut dengan kerja sama yang kompak[7]
“Usaha pengembangan mutu sekolah adalah usaha bersama yang berdasarkan musyawarah, mufakat, dan gotong royong. Baik kepala sekolah, guru-guru maupun karyawan yang lain bersama-sama saling menyumbang sesuai dengan fungsinya masing-masing.”[8]
 Dari pendapat di atas mengandung suatu pengertian bahwa perbaikan tidak mungkin terjadi dengan paksaan dari atas terlepas dari kemauan dan keinginan guru-guru. Oleh karena itu, sebelum pertolongan diberikan, kepala sekolah harus membangkitkan terlebih dahulu motivasi pada guru-guru sehingga mereka sadar sepenuhnya akan pentingnya perbaikan. Hal ini hanya dapat berlangsung apabila kepala sekolah menempatkan dirinya sebagai partner atau rekan kerja bagi guru-guru dengan kemampuan dan kewibawaannya untuk menolong mereka. Dengan kata lain supervisi harus dilaksanakan dalam suasana demokratis. Namun demikian supervisi ini juga mengandung pengertian bahwa hubungan antara kepala sekolah dan guru-guru tetap bersifat fungsional. Artinya dalam proses supervisi ini hubungan kepala sekolah dan guru-guru tetap dan harus didasarkan pada tempat dan fungsinya masing-masing.
 2.  Ilmiah
 Prinsip ilmiah (scientifc) ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar.
b.      Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar.
c.       kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinue[9].  
Prinsip ilmiah mengandung suatu pengertian bahwa pelaksanaan supervisi harus bersifat realistis.Kegiatan yang dilaksanakan tidak boleh muluk-muluk, tetapi harus didasarkan atas kenyataan yang sebenarnya, yaitu pada keadaan guru-guru. Karena itu kepala sekolah tidak boleh merencanakan hal-hal yang belum mampu dipahami serta dilakukan oleh para guru[10].
Sebelum kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi ia harus tahu terlebih dahulu sampai pada tingkat mana pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap yang dimiliki oleh guru-guru yang disupervisinya. Jika demikian kepala sekolah akan tahu pertolongan-pertolongan apa yang harus diberikan, sehingga kegiatan supervisi menjadi realistis. 
Supervisi hendaknya didasarkan pada keadaan dan kenyataan yang sesuai dengan sebenar-benarnya terjadi sehingga kegiatan supervisi dapat terlaksana dengan realistis dan mudah dilaksanakan[11]
3.   Kerja Sama
Prinsip kerja sama mengandung suatu pengertian bahwa apa yang dilakukan dalam kegiatan supervisi merupakan untuk mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi „sharing of idea, sharing of experience’, memberi supprot, mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama[12].

 4. Konstruktif
Kegiatan supervisi yang berfungsi konstruktif maksudnya adalah “kegiatan yang dilakukan untuk menolong guru-guru agar mereka senantiasa bertumbuh, agar mereka semakin mampu menolong dirinya sendiri, dan tidak tergantung kepada kepala sekolah.”  Prinsip ini hanya dapat dicapai apabila kepala sekolah mampu menunjukkan segi-segi positif atau kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh guru-guru, sehingga mereka memperoleh kepuasan dalam bekerja. 
Kepuasan kerja ini akan memberi semangat pada mereka untuk terus-menerus berusaha mengembangkan diri. Justru karena itu pertolongan harus diberikan sedemikian rupa sehingga akhirnya guru-guru mampu menolong dirinya sendiri, dan menjadi semakin kreatif[13].
“Supervisi yang bersifat konstruktif bahwa seyogyanya dari para supervisor dapat memberikan motivasi kepada pihak-pihak yang disupervisi sehingga tumbuh dorongan atau motivasi untuk bekerja lebih giat dan mencapai hasil yang lebih baik.”[14]
 5. Terpusat pada Guru
Pelaksanaan supervisi yang terpusat pada guru merupakan sasaran pokok yang terdapat dalam kegiatan tersebut.“Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada personil sekolah pada umumnya dan khususnya guru, agar kualitas pembelajaran dapat meningkat.”[15]
 Sebagai dampak dalam meningkatnya kualitas pembelajaran, diharapkan dapat  pula meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan meningkatnya prestasi belajar siswa berarti meningkat pula kualitas lulusan sekolah itu. 

 6.  Didasarkan atas Kebutuhan Guru
Prinsip ini mengandung suatu penekanan bahwa kegiatan supervisi yang akan dilakukan didasarkan atas kebutuhan guru. Kebutuhan guru di sini berkaitan erat dengan beberapa keperluan yang harus dipenuhi guru dalam proses pembelajaran. Misalnya guru yang mengajar tanpa dilengkapi dengan alat peraga. Kenyataan ini menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang efektif. Untuk supervisor bisa memberi bantuan kepada guru bagaimana cara membuat dan menggunakan alat peraga agar proses pembelajaran lebih efektif. 
 7.  Sebagai Umpan Balik
Apabila pengawas atau kepala sekolah merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaliknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Jika jarak antara kejadian dengan umpan balik sudah terlalu lama, pihak yang berbuat salah sudah tidak mampu lagi melihat hubungan antara keduanya.
 Dalam memberikan umpan balik sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan. Dengan demikian maka akan terjalin hubungan yang erat antara supervisor dengan yang disupervisi, dan pihak yang disupervisi akan menyadari kesalahan yang ditunjukkan dengan sukarela dan menerima sepenuhnya[16]
8.   Profesional
Kata profesional menunjuk pada fungsi utama guru yang melaksanakan pengajaran secara profesional. Asumsi dasar ini berhubungan erat dengan tugas pofesi guru yaitu mengajar, maka sasaran supervisi juga harus mengarahkan pada hal-hal yang menyangkut tugas mengajar itu, yang terdapat di dalam bentuk praktiknya yang disebut pula dengan pelaksanaan proses pembelajaran di kelas[17].
 Dari uraian di atas jelas bahwa prinsip supervisi harus mengarahkan kepada keprofesionalan guru dalam mengajar. Oleh karena itu, seorang supervisor dalam menjalankan tugas-tugasnya harus juga dituntut profesioanl. Dalam hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar merasakan hasil yang dapat berguna sebab keduanya sama-sama memahami akan tugas dan kewajibannya.
 Hubungan kemitraan terjadi jika Kepala Sekolah tidak memberlakukan guru dengan semena-mena.  Dalam hal ini kepala sekolah menempatkan posisi guru sebagai teman sejawat atau teman kerja. “adanya rasa kebersamaan yang terpadu menyebabkan para guru dan pegawai mendorong untuk melaksanakan tugas.”  Wujud konkret dari pernyataan tersebut yaitu adanya kesediaan untuk mengerjakan apa pun bentuknya yang secara hakikat berguna untuk membela nama baik sekolah[18]
Selanjutnya, adanya keinginan guru yang menginginkan suasana aman di dalam mengembangkan tugas sebagai suatu motif untuk mengembangkan diri, adalah suatu kebutuhan yang sangat mendasar.Rasa aman merupakan kebutuhan dasar tingkat kedua. Motif untuk mendapatkan rasa aman dapat menjadi suatu kebutuhan setiap orang. Keamanan tempat bekerja bararti pula bahwa guru ingin terbebas dari segala bentuk ancaman dan pengaruh dari pihak luar sehingga dapat mengembangkan kemampuannya menurut kreativitasnya sendiri dan menginginkan adanya alam demokrasi, dan tidak ada yang berbentuk penekanan dan pemaksaan terhadap dirinya. Pelaksanaan supervisi akademik oleh Kepala Sekolah membawa efek yang positif  pada pelaksanaan proses pembelajaran, sebab hal ini telah mengingatkan guru-guru dengan tugasnya dalam mengajar[19]

Mengutip pendapat“apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, akan tercipta suatu yang memungkinkan  terjadinya proses pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan.”[20]
Dari satu sisi guru telah memiliki usaha untuk mengembangkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar, namun di sisi lain penilaian terhadap proses pembelajaran yang dilakukan kepala sekolah jarang dikembalikan kepada guru yang bersangkutan. Hal ini didapat dari hasil pendapat guru dalam angket diketahui bahwa 50,00% hasil supervisi tidak diberitahukan kepada guru (tabel 20) dan 56,25% kepala sekolah tidak memberikan kesempatan kepada guru untuk bertanya (tabel 19). Kemudian, pada bagian lain juga ditemukan bahwa 43,75% kepala sekolah jarang melakukan bimbingan kepada guru dalam membuat alat peraga (tabel 16), dan 62,50% kepala sekolah tidak memberikan bimbingan kepada guru cara-cara menggunakan alat peraga (tabel 17). Kendati demikian, sebanyak 56,25% guru menerima hasil supervisi akademik ini (tabel 21).
Beberapa hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa guru-guru memiliki motif untuk mengembangkan diri sendiri dalam menjalankan tugas. Motif-motif ini muncul sebagai bentuk kesadaran guru itu sendiri sebagai orang yang diberi amanah  dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan alenia IV dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam mengartikan proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
Proses pembelajaran merupakan interaksi edukatif antara peserta didik dengan lingkungan sekolah. Dalam hal ini sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.
 Berdasarkan pendapat di atas berarti pula bahwa ttitik berat proses pembelajaran terletak pada interaksi edukatif peserta didik terhadap lingkungan sekolah. Interaksi edukatif ini perlu mendapat prioritas utama dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), di mana sasaran hasil pembelajaran ditujukan pada kompetensi lulusan peserta didik. Atas dasar itulah peran seorang supervisor sangat diperlukan agar memenuhi sasaran di atas.[21] 
Pengertian mengenai proses pembelajaran,“yang dimaksud dengan proses pembelajaran adalah seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.” Kegiatan belajar yang dilaksanakan siswa ini di bawah bimbingan guru. Guru bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pada saat mengajar. Untuk mencapai tujuan itu guru merancang sejumlah pengalaman belajar siswa. Pengalaman belajar (learning experience) adalah segala sesuatu yang diperoleh siswa sebagai hasil dari belajar[22]
Lebih lanjut dikemukakan oleh Sahertian yang mengutip dari pendapat Crombach bahwa belajar ditandai dengan pengalaman perubahan tingkah laku, karena memperoleh  pengalaman baru. Dengan kata lain bahwa melalui perolehan pengalaman belajar peserta didik memperoleh pengertian, sikap penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain-lainnya. Sedangkan aktivitas belajar (learning activity) berarti perubahan aktivitas jiwa yang diperoleh dalam proses pembelajaran,seperti mengamati, mendengarkan, menanggapi, berbicara, kegiatan menerima, dan kegiatan merasakan.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan supervisi  akan meningkatkan proses pembelajaran jika hal ini dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip supervisi yang berlaku. Oleh karena itu, seorang supervisor harus mengetahui terlebih dahulu peranan dan fungsinya sebagai orang yang dapat menolong dan memberi bantuan kepada guru dalam meningkatkan proses pembelajaran di sekolah.


BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik dalam meningkatkan proses pembelajaran di Sekolah dilaksanakan sebagai berikut:
1.      Memenuhi prinsip demokratis;
2.      Memenuhi prinsip konstruktif;
3.      Memenuhi prinsip profesioanl;
4.      Memenuhi prinsip ilmiah;
5.      Memenuhi prinsip terpusat pada guru;
6.      Mememuhi Prinsip kerja sama;
7.      .Ada dua prinsip yang kurang dipenuhi, yaitu:
a)      Prinsip sebagai umpan balik.
b)      Prinsip didasarkan atas kebutuhan guru.
 B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat disarankan sebagai berikut:
1.Pelaksanaan supervisi akademik di sekolah kiranya perlu dilaksanakan terus dan sedapat mungkin ditingkatkan lagi, terutama pada prinsip umpan balik dan didasarkan atas kebutuhan guru. 
2.Sebaiknya dalam pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah mengembalikan hasil supervisi kepada guru sebagai umpan balik dan pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan guru.
3.Guru-guru yang telah memiliki motivasi yang tinggi dalam mengembangkan diri pada tugasnya perlu dipertahankan. 





DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
. Jakarta: Bina Aksara.

Burhanuddin,Yusak.1998.Administrasi Pendidikan.Bandung:CV.Pustaka Setia

 ________. 2004. Dasar- Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Gunawan,Ary.H,1996,Administrasi Sekolah.Jakarta:PT.Rineka Cipta

Lazaruht, Soewadji. 1988. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyasa, E.. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nursisto. 2002. Peningkatanm Prestasi Sekolah Menengah: Acuan Peserta didik, Pendidikan, dan Orang Tua. Jakarta: Insan Cendekia.


Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.Jakarta: Rineka Cipta. 

Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.  Suryabrata.

Tuu, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.











DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan.................................................................................................1
Bab II Pembahasan………………………………………………………………4
            A.Memahami Prinsip Supervisi Pendidikan…………………………...4
                        1.Prinsip Demokratis………………………………………………5
                        2.Prinsip Ilmiah……………………………………………………7
                        3.Prinsip Kerja Sama………………………………………………7
                        4.Prinsip Kontruktif………………………………………………..8
                        5.Prinsip Terpusat Pada Guru……………………………………...8
                        6.Prinsip Didasarkan Atas Kebutuhan Guru………………………8
                        7.Sebagai Umpan Balik……………………………………………9
                        8.Profesional……………………………………………………….9
Bab III Penutup…………………………………………………………………13
            A.Kesimpulan…………………………………………………………….13
            B.Saran……………………………………………………...……………13
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..14







































[1] Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.hal.2. 


[2] Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.hal.20 

[3] Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta:hal.132

[4] Yusak Burhanuddin,1998.AdministrasiPendidikan,hal.104-105
[5] Ary H.Gunawan,Administrasi Sekolah,hal.196-197
[6] Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.hal.20 

[7] Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
.hal.20

6 Lazaruht, Soewadji. 1988. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya.hal.41

[9] Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
.hal.20
[10] Lazaruht, Soewadji. 1988. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya.hal.41

[11] Ibid,hal.21
[12] Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.hal.21
[13] Lazaruht, Soewadji. 1988. Kepala Sekolah dan Tanggung Jawabnya.hal.22
[14] Opchit,21
[15] Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.hal.33

[16] Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.hal.20
[17] Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan.hal.51
[18] Nursisto. 2002. Peningkatanm Prestasi Sekolah Menengah: Acuan Peserta didik, Pendidikan, dan Orang Tua.hal.11

[19] Tuu, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa.hal.97
[20] Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar.hal.4 

[21] Mulyasa, E.. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.hal.183

[22] Sahertian, Piet A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan: dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.hal.30. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar